PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 34 TAHUN 2009
TENTANG
PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: bahwa untuk memberikan pedoman bagi pemerintahan daerah dalam membentuk peraturan daerah mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199 ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan;
Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pengelolaan Kawasan Perkotaan adalah serangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan Kawasan Perkotaan secara efisien dan efektif.
2. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya.
3. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi Kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
4. Kawasan Perkotaan Baru adalah kawasan perdesaan yang direncanakan untuk dikembangkan menjadi Kawasan berfungsi perkotaan.
5. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
6. Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan adalah hasil dari suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang di Kawasan Perkotaan.
7. Pengendalian adalah serangkaian kegiatan manajemen pembangunan Kawasan Perkotaan yang dimaksudkan untuk menjamin agar program/kegiatan pembangunan dan pengelolaan Kawasan Perkotaan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan serta untuk mewujudkan tertib tata ruang Kawasan Perkotaan.
8. Lembaga Pengelola Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disebut Lembaga Pengelola adalah lembaga yang dibentuk dengan peraturan daerah untuk mengoptimalkan sumber-sumber yang dimiliki dunia usaha dan masyarakat dalam pembangunan Kawasan Perkotaan.
9. Badan Pengelola Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru yang selanjutnya disebut Badan Pengelola adalah badan yang dibentuk dengan peraturan bupati untuk melakukan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Kawasan Perkotaan Baru.
10. Masyarakat adalah orang seorang, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, atau badan hukum yang bermukim di Kawasan Perkotaan tersebut.
11. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan dalam negeri.
BAB II
BENTUK KAWASAN PERKOTAAN
Pasal 2
Kawasan Perkotaan dapat berbentuk:
a. kota sebagai daerah otonom;
b. bagian daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan;
c. bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan langsung dan memiliki ciri perkotaan.
Pasal 3
(1) Pembentukan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a ditetapkan dengan undang-undang.
(2) Pembentukan Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b diatur dengan peraturan daerah kabupaten.
(3) Pembentukan Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c diatur dengan peraturan daerah kabupaten masing-masing.
Pasal 4
(1) Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian dari dua atau lebih daerah kabupaten yang berbatasan langsung dalam satu provinsi ditetapkan berdasarkan:
a. kesepakatan bersama antarpemerintahan daerah kabupaten;
b. persetujuan gubernur; dan
c. persetujuan Menteri.
(2) Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian dari dua atau lebih daerah kabupaten yang berbatasan langsung antarprovinsi ditetapkan berdasarkan:
a. kesepakatan bersama antarpemerintahan daerah kabupaten;
b. persetujuan gubernur; dan
c. persetujuan Menteri.
Pasal 5
Peraturan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) paling sedikit memuat nama, batas, luas, fungsi, dan pengelolaan Kawasan.
Pasal 6
Batas, luas, dan fungsi Kawasan ditentukan berdasarkan:
a. rencana pembangunan jangka panjang daerah kabupaten;
b. rencana tata ruang wilayah kabupaten;
c. hasil kajian kebutuhan ruang bagi pengembangan kegiatan dan pelayanan perkotaan; dan
d. batas Kawasan yang menggunakan batas desa atau sebutan lain.
BAB III
PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 7
(1) Kawasan Perkotaan yang merupakan daerah otonom dikelola oleh pemerintah kota.
(2) Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian daerah kabupaten dikelola oleh pemerintah kabupaten atau Lembaga Pengelola yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada pemerintah kabupaten.
(3) Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan langsung dikelola bersama oleh pemerintah kabupaten terkait dan dikoordinasikan oleh pemerintah provinsi.
Bagian Kedua
Lembaga Pengelola
Pasal 8
(1) Lembaga Pengelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dibentuk dengan peraturan daerah.
(2) Lembaga Pengelola mempunyai tugas mengelola Kawasan Perkotaan dan mengoptimalkan peran serta Masyarakat serta badan usaha swasta.
(3) Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Lembaga Pengelola mempunyai fungsi:
a. penggalian dan pendayagunaan sumber daya badan usaha swasta dan Masyarakat;
b. penjaringan aspirasi Masyarakat dan badan usaha swasta Kawasan Perkotaan;
c. pengembangan informasi Kawasan Perkotaan;
d. pemberian pertimbangan kepada bupati dalam kebijakan operasional, implementasi kebijakan, dan pemberdayaan Masyarakat; dan
e. perumusan dan pemberian rekomendasi terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pembangunan, serta isu-isu strategis Kawasan Perkotaan.
Pasal 9
(1) Anggota Lembaga Pengelola paling sedikit berjumlah 5 (lima) orang dan paling banyak berjumlah 7 (tujuh) orang.
(2) Keanggotaan Lembaga Pengelola terdiri atas:
a. pakar/ahli di bidang pengelolaan Kawasan Perkotaan; dan/atau
b. unsur Masyarakat pemerhati Kawasan Perkotaan.
(3) Keanggotaan Lembaga Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berasal dari pegawai negeri sipil, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia/Tentara Nasional Indonesia, dan anggota partai politik.
(4) Masa jabatan anggota Lembaga Pengelola selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) periode masa jabatan.
Pasal 10
(1) Lembaga Pengelola dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh sekretariat Lembaga Pengelola yang dibentuk oleh bupati.
(2) Sekretariat Lembaga Pengelola mempunyai fungsi:
a. penyelenggaraan administrasi kesekretariatan Lembaga Pengelola; dan
b. penyelenggaraan administrasi keuangan Lembaga Pengelola.
(3) Sekretariat Lembaga Pengelola dipimpin oleh sekretaris Lembaga Pengelola.
(4) Sekretaris Lembaga Pengelola secara teknis operasional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan Lembaga Pengelola dan secara administratif bertanggung jawab kepada sekretaris daerah melalui asisten yang membidangi ekonomi dan pembangunan.
(5) Struktur organisasi dan eselonering sekretariat Lembaga Pengelola ditetapkan Menteri dengan persetujuan menteri yang membidangi urusan pendayagunaan aparatur negara.
Pasal 11
Pendanaan Lembaga Pengelola bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan sumber pendanaan lainnya yang sah.
Pasal 12
(1) Pemerintah daerah melaksanakan pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Lembaga Pengelola.
(2) Dalam melaksanakan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Lembaga Pengelola menyampaikan laporan triwulan dan tahunan atau laporan lainnya kepada bupati.
Pasal 13
Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian tugas, tata kerja, dan hak keuangan Lembaga Pengelola diatur dengan peraturan bupati.
Bagian Ketiga
Pengelolaan Bersama
Pasal 14
(1) Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dalam hal penataan ruang dan penyediaan fasilitas pelayanan umum tertentu dikelola bersama oleh daerah terkait.
(2) Penyediaan fasilitas pelayanan umum tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi fasilitas pelayanan umum yang merupakan urusan kewenangan daerah.
(3) Pemilihan penyediaan fasilitas pelayanan umum tertentu yang dikelola bersama oleh daerah terkait harus mempertimbangkan efektivitas, efisiensi, sinergitas, dan saling menguntungkan.
(4) Bentuk kelembagaan, susunan, kedudukan, dan tugas pokok pengelolaan bersama berpedoman pada peraturan perundangan-undangan.
Bagian Keempat
Perencanaan Pembangunan Kawasan Perkotaan
Pasal 15
(1) Perencanaan pembangunan Kawasan Perkotaan didasarkan pada kondisi, potensi, karakteristik Kawasan, dan keterkaitan dengan Kawasan di sekitarnya.
(2) Keterkaitan pembangunan Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan:
a. keterpaduan pembangunan antar Kawasan Perkotaan dengan Kawasan Perkotaan lainnya; dan
b. optimalisasi peran dan fungsi masing-masing Kawasan Perkotaan.
Pasal 16
Substansi rencana pembangunan Kawasan Perkotaan tertuang dalam dokumen:
a. rencana pembangunan jangka panjang daerah kabupaten/kota;
b. rencana tata ruang Kawasan Perkotaan;
c. rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten/kota; dan
d. rencana kerja pembangunan daerah kabupaten/kota.
Pasal 17
(1) Lingkup perencanaan Kawasan Perkotaan memuat pengembangan, peremajaan, pembangunan, reklamasi pantai atau rawa, dan/atau perubahan fungsi lahan.
(2) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Pelaksanaan Pembangunan Kawasan Perkotaan
Pasal 18
Pembangunan Kawasan Perkotaan dilaksanakan sesuai urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota di Kawasan Perkotaan.
Bagian Keenam
Pengendalian Pembangunan Kawasan Perkotaan
Pasal 19
Pengendalian pembangunan Kawasan Perkotaaan dilaksanakan terhadap:
a. rencana pembangunan; dan
b. pelaksanaan rencana pembangunan.
Pasal 20
Pengendalian terhadap rencana pembangunan dilakukan melalui kegiatan pemantauan dan evaluasi dokumen rencana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 21
Pengendalian terhadap pelaksanaan rencana pembangunan dilakukan melalui kegiatan perizinan, pengawasan, dan/atau penertiban.
Pasal 22
(1) Pengendalian Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian dari daerah kabupaten dilakukan oleh bupati.
(2) Pengendalian Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian dari dua atau lebih kabupaten dilakukan oleh gubernur.
(3) Pengendalian Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian dari dua atau lebih kabupaten antarprovinsi dilakukan oleh Menteri.
BAB IV
KAWASAN PERKOTAAN BARU
Bagian Kesatu
Pembentukan Kawasan Perkotaan Baru
Pasal 23
(1) Kawasan perdesaan dapat direncanakan untuk menjadi Kawasan Perkotaan Baru.
(2) Perencanaan Kawasan Perkotaan Baru diprioritaskan untuk:
a. menyediakan ruang permukiman;
b. menyediakan ruang baru bagi kebutuhan industri, perdagangan, dan jasa;
c. menyediakan ruang bagi pelayanan jasa pemerintahan; dan/atau
d. menyediakan ruang bagi pembangunan pusat kegiatan strategis nasional, provinsi, dan kabupaten.
Pasal 24
Kawasan perdesaan yang direncanakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) paling sedikit memenuhi kriteria:
a. sesuai dengan rencana pembangunan jangka panjang daerah kabupaten;
b. sesuai dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten;
c. memiliki daya dukung lingkungan yang memungkinkan untuk pengembangan fungsi perkotaan;
d. bukan merupakan kawasan pertanian beririgasi teknis maupun yang direncanakan beririgasi teknis; dan
e. bukan merupakan kawasan lindung.
Pasal 25
(1) Usulan Lokasi rencana Kawasan Perkotaan Baru dapat diajukan oleh pihak swasta dan/atau unsur pemerintah daerah.
(2) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada bupati.
(3) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan:
a. hasil studi kelayakan;
b. rencana induk pembangunan perkotaan baru; dan
c. rencana pembebasan lahan.
(4) Bupati melakukan kajian terhadap pengajuan usul lokasi rencana Kawasan Perkotaan Baru berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
(5) Penetapan lokasi Kawasan Perkotaan Baru harus mendapat persetujuan gubernur.
Bagian Kedua
Badan Pengelola
Pasal 26
(1) Dalam hal pembangunan Kawasan Perkotaan Baru dilaksanakan sendiri oleh pemerintah daerah, pemerintah daerah dapat membentuk Badan Pengelola yang mempunyai tugas meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Kawasan Perkotaan Baru.
(2) Pembentukan Badan Pengelola ditetapkan dengan peraturan bupati.
(3) Peraturan bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat susunan, kedudukan, rincian tugas, tata kerja, dan pendanaan Badan Pengelola.
Pasal 27
(1) Badan Pengelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dibentuk untuk jangka waktu sampai dengan selesainya pembangunan Kawasan Perkotaan Baru.
(2) Setelah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Badan Pengelola Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru menyerahkan hak pengelolaan beserta aset kepada bupati.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pengelola diatur dengan peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Pendanaan
Pasal 28
Sumber pendanaan Badan Pengelola Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru dapat berasal dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi/kabupaten;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; dan/atau
c. sumber pendanaan lainnya yang sah.
BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 29
Dalam perencanaan, pelaksanaan pembangunan, dan pengelolaan Kawasan Perkotaan, pemerintah daerah mengikutsertakan Masyarakat sebagai upaya pemberdayaan Masyarakat.
Pasal 30
Pemerintah provinsi dan kabupaten melakukan identifikasi untuk menetapkan Kawasan Perkotaan di wilayahnya selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun setelah Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 April 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 April 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATTA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar