Rumah, perumahan dan juga permukiman adalah sebuah wadah atau tempat manusia bernaung. Di dalam UU No.2 Thn.1992, telah di saebutkan bahwa yang di maksud dengan Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. dan Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang di lengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Sedangkan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tingal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Biasanya orang yang merancang rumah, perumahan dan juga permukiman pasti lah orang-orang arsitek, tetapi kita jangan lupa bahwa pada Bab V pasal 29 di katakana bahwa: setiap warga Negara mempunyai hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam pembangunan perumahan dan permukiman, disini tidak di katakana bahwa orang-orang yang tunjuk untuk membangun hanya orang teknik, tetapi semua masyarakat Indonesia, kenapa demikian? Karena menurut saya pribadi, yang di maksud pembangunan tidak hanya membangun gedung-gedung skyscraper, atau bangunan lainnya. Tetapi yang di maksud pembangunsan adalah langkah-langkah atau suatu kegiatan yang bertujuan untuk memajukan yang diharapkan dari kemajuan tersebut masyarakat jadi lebih tenang, tentram, aman, damai, dan dari pembanguynan tersebut tercapai manfaat yang kita inginkan.
Bisa saja ketika di desa-desa arsitek belum ada, na yang berperan serta membangunan desanya dalah orang yang tinggal di desa tersebut, tidak bisa kita pungkiri bahwa, walaupun tanpa ada mendapat pendidikan formal, tentang arsitektur. Tetapi masyarakat desa biasanya telah mewarisi arsitektur tradisionalnya, inilah yang dimaksud peran serta seluruh masyarakat secara keseluruhan, jadi arti peran serta dalam pembangunan tidak bersifat semppit, yang hanya mengandalkan arsitek, tetapi seluruh komponen masyarakat ikut serta dalam pembangunan. Pemerintah juga tidak hanya memberikan atau membuat peraturan, tetapi pemerintah juga melakukan pembinaan, ini tercantum pada Bab.VI pasal 30. Dikatakan bahwa,
1. pemerintah melakukan pembinaan di bidang perumahan dan permukiman dalam bentuk pengaturan dan pembimbingan, pemberian bantuan dan kemudahan, penelitian dan pengembangan, perencanaan dan pelaksanaan serta pengawasan dan pengendalian.
2. Pemerintah melakukan pembinaan badan usaha di bidang perumahan dan permukiman.
3. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan 2 di atur dengan peraturan pemerintah.
Jika benar peraturan tersebut benar-benar di implementasikan dengan baik, kenapa masih ada kita dengar bangunan roboh, atau bangunan reot dan segalnya. Apakah kurang pengawasan dari pemerintah atau memang tidak ada pengawadan sama sekali. Menurut saya pengawasanlah yang kurang, sebab kalau seandainya pemerintah benar-benar mengawasi serta memberikan bimbingan pada orang-orang yang terkaita dalam pembangunan, tidak akan pernah kita dengan bangunan yang miring atau bangunan yang tidak berfungsi dengan baik.
Perjalanan Hidupku
Sabtu, 25 Desember 2010
kesimpulan atau pendapat saya mengenai isi UU No.26 Thn.2007
Lingkungan binaan harus terus perlu di tingkatkan pengolahannya, sehingga berdaya guna, berhasil guna dengan berpedoman pada peraturan pemerintah yang bertujuan untuk keberlangsungan dan kelestarian lingkunan hidup yang lebih baik di masa yang akan datang.
Negara Indonesia adalah Negara hukum. Ini tercermin dari peraturan dan perundang-undangan yang mengatur segala aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Tidak terkecuali tentang pembangunan. Ada beberapa undang-undang tentang pembangunan seperti UU No. 26 Thn 2007 yaitu tentang Penataan Ruang. UU no.26 Thn 2007 adalah ganti dari UU No. 24 Thn. 1992 yang memiliki 80 Pasal yang terdiri dari beberapa ayat, seperti pasal-pasal lainnya.
Dalam pasal satu di jelaskan bahwa yang dimaksud dengan ruang adalah “wadah yang meliputi ruang darat, meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidup”. Sangat jelas bahwa tidak hanya darat yang di sebut ruang. Melainkan udara, laut, dan isi bumu juga ternyata termasuk ke dalam wadah ruang.
Inilah wadah bagi arsitek-arsitek yang harus kita olah menjadi wadah yang alami beralih ke wadah binaan atau lingkungan binaan. Pearan arsitek sangat besar kaitannya dengan perencanaan lingkungan atau yang berkaitan dengan raungan. Karena arsitek itu tidak lepas dari yang namanya Dimensi. Arsitek di tuntuk untuk tidak hanya bisa mengolah wadah darat saja, melainkan dengan wadah isi bumi, seperti ruang bawah tanah, di Negara maju, ruang bawah tanah sudah banyak di rancang. Seperti untuk keperluan banker, subway, rumah bawah tanah, dan masih banyak lagi. Mungkin di Indonesia memang belum ada pengaplikasiannya. Tetapi lambat laun pasti mengarah ke situ juga, sebab lahan darat makin habis, mau kemana lagi? Kalo ngk ke dalam tanah.
Dalam pembangunan pemerintah sangat berperan besar dalam mengatur pembangunan. Tidak bisa dibayangkan bagaimana jadinya kalau dalam pembangunan tidak ada UU yang mengatur, bisa-bisa Negara akan sembrawut, tanpa pola yang jelas. Didalam UU No.26 Thn.2007 sudah sangat jelas bahwa dari Wadah ruang sampai ke peruntukan lahan sudah diatur sesuai dengan fungsi-masing-masing. Sehingga di harapkan ruang yang ada baik itu di kota maupun di desa akan terencana dan tertata seperti yang di inginkan.
Untuk membantu kinerja pemerintah, pemerintah sendiri memiliki badan yang di sebut Dinas Tata Kota. Fungsi tata kota sangat banyak sekali, dari mulai perencanaan lansekap kota sampai peraturan gedung-gedung tinggi,
Ketika terjadi pelanggaran dalam tata ruang maka disini sudah tercantm bebrapa hukuman bagi orang yang mebnyalahi aturan antara lain:
1. Apabila mengalih fungsikan ruang maka denda paling banyak Rp.500.000.000,00 dan pidana penjara maksimal 3 tahhun.
2. Apabila terpidana melakukan pengerusakan barang yang berakibat merugikan maka denda Rp.1.500.000.000,00 atau pidana penjara maksimal 8 thn.
Dan masih banyak lagi hukuman yang akan di berikan bagi orang-orang yang melanggar hukum, tetapi menurut saya hukum hanya berlaku bagi orang-orang miskin dan tidak berlaku bagi orang-orang kaya, pejabat dan orang-orang hebt lainnya. Karena mereka dengn amudah menebus atau membeli hukum sesuai dengan keinginan mereka sendiri, tanpa ada hambatan yang merintang langkah mereka. Walaupun nyata-nyatanya mereka melakukan kesalahan. Tetapi hukum tidak mampan bagi mereka. Seakan-akan hukum lah yang tunduk ke mereka bukan mereka yang tunsuk ke hukum. Ironis memang di tengah bangsa kita yang ber azaskan Pancasila dengan menganut system pemerintahan yang demokratis, tetapi tetap saja kepentingan orang besar bisa mereka monopoli sekehendak mau mereka.
Negara Indonesia adalah Negara hukum. Ini tercermin dari peraturan dan perundang-undangan yang mengatur segala aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Tidak terkecuali tentang pembangunan. Ada beberapa undang-undang tentang pembangunan seperti UU No. 26 Thn 2007 yaitu tentang Penataan Ruang. UU no.26 Thn 2007 adalah ganti dari UU No. 24 Thn. 1992 yang memiliki 80 Pasal yang terdiri dari beberapa ayat, seperti pasal-pasal lainnya.
Dalam pasal satu di jelaskan bahwa yang dimaksud dengan ruang adalah “wadah yang meliputi ruang darat, meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidup”. Sangat jelas bahwa tidak hanya darat yang di sebut ruang. Melainkan udara, laut, dan isi bumu juga ternyata termasuk ke dalam wadah ruang.
Inilah wadah bagi arsitek-arsitek yang harus kita olah menjadi wadah yang alami beralih ke wadah binaan atau lingkungan binaan. Pearan arsitek sangat besar kaitannya dengan perencanaan lingkungan atau yang berkaitan dengan raungan. Karena arsitek itu tidak lepas dari yang namanya Dimensi. Arsitek di tuntuk untuk tidak hanya bisa mengolah wadah darat saja, melainkan dengan wadah isi bumi, seperti ruang bawah tanah, di Negara maju, ruang bawah tanah sudah banyak di rancang. Seperti untuk keperluan banker, subway, rumah bawah tanah, dan masih banyak lagi. Mungkin di Indonesia memang belum ada pengaplikasiannya. Tetapi lambat laun pasti mengarah ke situ juga, sebab lahan darat makin habis, mau kemana lagi? Kalo ngk ke dalam tanah.
Dalam pembangunan pemerintah sangat berperan besar dalam mengatur pembangunan. Tidak bisa dibayangkan bagaimana jadinya kalau dalam pembangunan tidak ada UU yang mengatur, bisa-bisa Negara akan sembrawut, tanpa pola yang jelas. Didalam UU No.26 Thn.2007 sudah sangat jelas bahwa dari Wadah ruang sampai ke peruntukan lahan sudah diatur sesuai dengan fungsi-masing-masing. Sehingga di harapkan ruang yang ada baik itu di kota maupun di desa akan terencana dan tertata seperti yang di inginkan.
Untuk membantu kinerja pemerintah, pemerintah sendiri memiliki badan yang di sebut Dinas Tata Kota. Fungsi tata kota sangat banyak sekali, dari mulai perencanaan lansekap kota sampai peraturan gedung-gedung tinggi,
Ketika terjadi pelanggaran dalam tata ruang maka disini sudah tercantm bebrapa hukuman bagi orang yang mebnyalahi aturan antara lain:
1. Apabila mengalih fungsikan ruang maka denda paling banyak Rp.500.000.000,00 dan pidana penjara maksimal 3 tahhun.
2. Apabila terpidana melakukan pengerusakan barang yang berakibat merugikan maka denda Rp.1.500.000.000,00 atau pidana penjara maksimal 8 thn.
Dan masih banyak lagi hukuman yang akan di berikan bagi orang-orang yang melanggar hukum, tetapi menurut saya hukum hanya berlaku bagi orang-orang miskin dan tidak berlaku bagi orang-orang kaya, pejabat dan orang-orang hebt lainnya. Karena mereka dengn amudah menebus atau membeli hukum sesuai dengan keinginan mereka sendiri, tanpa ada hambatan yang merintang langkah mereka. Walaupun nyata-nyatanya mereka melakukan kesalahan. Tetapi hukum tidak mampan bagi mereka. Seakan-akan hukum lah yang tunduk ke mereka bukan mereka yang tunsuk ke hukum. Ironis memang di tengah bangsa kita yang ber azaskan Pancasila dengan menganut system pemerintahan yang demokratis, tetapi tetap saja kepentingan orang besar bisa mereka monopoli sekehendak mau mereka.
komentar atau tanggapan tentang kontrak konstruksi
Surat perjanjian secara garis besarnya sudah bisa kita simpulkan bahwa dari pasal 1 sampai pasal 16 tidak ada pihak yang di rugikan. Pihak pertama dan kedua sama-sama berperan serta tanpa ada yang dominan untuk mengerjakan dan tanpa mengambil bagian dalam proses pengerjaan proyek yang akan di kerjakan.
Pihak kesatu adalah Ratno Bagus Edy Wibowo dan puhak kedua adalah Syamsudy, S.pd. bersama menunaikan kewajiban pada umumnya, seperti orang yang memberikan proyek dan orang yang mengerjakan proyek. Nah disini orang yang memberikan proyek adalah Bapak Syamsudy,S.pd. dan pihak yang mengerjakan proyek adalah Ratno Bagus Edy Wibowo.
Dan tidak lupa disini ada yang namanya pihak ke tiga, yaitu pihak yang di tunjuk oleh kedua belah pihak sebagai kepala yang akan memutuskan ketika ada permasalahan atau perselisihian, kalau bahasa saya tetua “panitia Pendamai” yang akan meengahi ketika ada msalah.
Isi dari perjanjian yang paling saya amati dan paling saya dukung adalah ketika ada masalah, misalkanb keterlambatan waktu, atau ada masalah yang sebenarnya tidak yang dikehendaki oleh si penerima proyek. Ini akan di selesaikan secara kekekluargaan tanpa melibatkan atau tanpa harus dibawa-bawa ke ranah hukum, atau ke pihak yang berwajib. Tapi cukup di selesaikan secara kekeluargaan. Ini lah menurut saya yang paling bagus cara penyelesaiaan masalah, begitu juga dengan si pemberi proyek bapak Syamsudy, ketika bapak Syamsudy nantinya dalam proses penmgerjaan proyek, katakanalah gaji, atau biaya terlambat cair, maka akan di musyawarahkan bagaimanan jalan keluarnya.
Ada lagi yang namanya kondisi Kahar, yaitu kondisi dimana keadaan atau peristiwa yang nyata-nyata di luar kekuasaan PIHAK KEDUA sehingga menyebabkan PIHAK KEDUA tidak dapat menyelesaikan seluruh atau sebagian Pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya.
Pihak kesatu adalah Ratno Bagus Edy Wibowo dan puhak kedua adalah Syamsudy, S.pd. bersama menunaikan kewajiban pada umumnya, seperti orang yang memberikan proyek dan orang yang mengerjakan proyek. Nah disini orang yang memberikan proyek adalah Bapak Syamsudy,S.pd. dan pihak yang mengerjakan proyek adalah Ratno Bagus Edy Wibowo.
Dan tidak lupa disini ada yang namanya pihak ke tiga, yaitu pihak yang di tunjuk oleh kedua belah pihak sebagai kepala yang akan memutuskan ketika ada permasalahan atau perselisihian, kalau bahasa saya tetua “panitia Pendamai” yang akan meengahi ketika ada msalah.
Isi dari perjanjian yang paling saya amati dan paling saya dukung adalah ketika ada masalah, misalkanb keterlambatan waktu, atau ada masalah yang sebenarnya tidak yang dikehendaki oleh si penerima proyek. Ini akan di selesaikan secara kekekluargaan tanpa melibatkan atau tanpa harus dibawa-bawa ke ranah hukum, atau ke pihak yang berwajib. Tapi cukup di selesaikan secara kekeluargaan. Ini lah menurut saya yang paling bagus cara penyelesaiaan masalah, begitu juga dengan si pemberi proyek bapak Syamsudy, ketika bapak Syamsudy nantinya dalam proses penmgerjaan proyek, katakanalah gaji, atau biaya terlambat cair, maka akan di musyawarahkan bagaimanan jalan keluarnya.
Ada lagi yang namanya kondisi Kahar, yaitu kondisi dimana keadaan atau peristiwa yang nyata-nyata di luar kekuasaan PIHAK KEDUA sehingga menyebabkan PIHAK KEDUA tidak dapat menyelesaikan seluruh atau sebagian Pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya.
Langganan:
Postingan (Atom)