Lingkungan binaan harus terus perlu di tingkatkan pengolahannya, sehingga berdaya guna, berhasil guna dengan berpedoman pada peraturan pemerintah yang bertujuan untuk keberlangsungan dan kelestarian lingkunan hidup yang lebih baik di masa yang akan datang.
Negara Indonesia adalah Negara hukum. Ini tercermin dari peraturan dan perundang-undangan yang mengatur segala aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Tidak terkecuali tentang pembangunan. Ada beberapa undang-undang tentang pembangunan seperti UU No. 26 Thn 2007 yaitu tentang Penataan Ruang. UU no.26 Thn 2007 adalah ganti dari UU No. 24 Thn. 1992 yang memiliki 80 Pasal yang terdiri dari beberapa ayat, seperti pasal-pasal lainnya.
Dalam pasal satu di jelaskan bahwa yang dimaksud dengan ruang adalah “wadah yang meliputi ruang darat, meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidup”. Sangat jelas bahwa tidak hanya darat yang di sebut ruang. Melainkan udara, laut, dan isi bumu juga ternyata termasuk ke dalam wadah ruang.
Inilah wadah bagi arsitek-arsitek yang harus kita olah menjadi wadah yang alami beralih ke wadah binaan atau lingkungan binaan. Pearan arsitek sangat besar kaitannya dengan perencanaan lingkungan atau yang berkaitan dengan raungan. Karena arsitek itu tidak lepas dari yang namanya Dimensi. Arsitek di tuntuk untuk tidak hanya bisa mengolah wadah darat saja, melainkan dengan wadah isi bumi, seperti ruang bawah tanah, di Negara maju, ruang bawah tanah sudah banyak di rancang. Seperti untuk keperluan banker, subway, rumah bawah tanah, dan masih banyak lagi. Mungkin di Indonesia memang belum ada pengaplikasiannya. Tetapi lambat laun pasti mengarah ke situ juga, sebab lahan darat makin habis, mau kemana lagi? Kalo ngk ke dalam tanah.
Dalam pembangunan pemerintah sangat berperan besar dalam mengatur pembangunan. Tidak bisa dibayangkan bagaimana jadinya kalau dalam pembangunan tidak ada UU yang mengatur, bisa-bisa Negara akan sembrawut, tanpa pola yang jelas. Didalam UU No.26 Thn.2007 sudah sangat jelas bahwa dari Wadah ruang sampai ke peruntukan lahan sudah diatur sesuai dengan fungsi-masing-masing. Sehingga di harapkan ruang yang ada baik itu di kota maupun di desa akan terencana dan tertata seperti yang di inginkan.
Untuk membantu kinerja pemerintah, pemerintah sendiri memiliki badan yang di sebut Dinas Tata Kota. Fungsi tata kota sangat banyak sekali, dari mulai perencanaan lansekap kota sampai peraturan gedung-gedung tinggi,
Ketika terjadi pelanggaran dalam tata ruang maka disini sudah tercantm bebrapa hukuman bagi orang yang mebnyalahi aturan antara lain:
1. Apabila mengalih fungsikan ruang maka denda paling banyak Rp.500.000.000,00 dan pidana penjara maksimal 3 tahhun.
2. Apabila terpidana melakukan pengerusakan barang yang berakibat merugikan maka denda Rp.1.500.000.000,00 atau pidana penjara maksimal 8 thn.
Dan masih banyak lagi hukuman yang akan di berikan bagi orang-orang yang melanggar hukum, tetapi menurut saya hukum hanya berlaku bagi orang-orang miskin dan tidak berlaku bagi orang-orang kaya, pejabat dan orang-orang hebt lainnya. Karena mereka dengn amudah menebus atau membeli hukum sesuai dengan keinginan mereka sendiri, tanpa ada hambatan yang merintang langkah mereka. Walaupun nyata-nyatanya mereka melakukan kesalahan. Tetapi hukum tidak mampan bagi mereka. Seakan-akan hukum lah yang tunduk ke mereka bukan mereka yang tunsuk ke hukum. Ironis memang di tengah bangsa kita yang ber azaskan Pancasila dengan menganut system pemerintahan yang demokratis, tetapi tetap saja kepentingan orang besar bisa mereka monopoli sekehendak mau mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar